Kita pasti sudah terbiasa berhadapan dengan soal cerita, khususnya dalam pelajaran matematika. Sebetulnya, buat apa sih ada soal cerita? Ya untuk menghadirkan konteks, memberikan konteks pada angka. Tapi apakah benar demikian?
Mari lihat 2 contoh berikut:
Contoh 1:
Menurut Anda, apakah soal cerita ini sesuai dengan konteks yang ada? Benar bahwa dalam kehidupan nyata ada pajak penghasilan yang dikenakan pada seorang pegawai, namun tak pernah ada pajak yang berbentuk pecahan. Pajak selalu berbentuk persen.
Contoh 2:
Bagaimana dengan soal cerita di atas? Kontekstual? Ketika saya membahas soal ini pada si kecil di rumah, maka ada pertanyaan yang muncul ... "Buat apa dia pindahkan air di bak pakai botol? Lebih baik pakai ember, lebih cepat." 😅 Kemudian disusul lagi dengan pertanyaan, "Memang ada botol 1 1/4 liter, bukannya 1,5 liter?"
Soal-soal di atas adalah soal dari buku matematika terbitan penerbit terkenal di Indonesia, dan soal-soal menggelitik seperti itu seringkali saya temukan di setiap jenjang. Saya tidak tahu apakah hal itu dikarenakan penulis dan editor yang kurang cermat memeriksa sebelum diterbitkan, ataukah memang soal seperti itu wajar?
Buat saya, soal seperti itu walaupun bisa dikerjakan (dihitung dan mendapatkan hasil), namun tidak kontekstual.
Ada lagi model soal yang seperti ini:
Soal seperti di atas ini sangat bisa diperdebatkan. Itulah yang kami lakukan ketika membahasnya. Buat saya, perdebatan yang ditimbulkan dari soal seperti ini justru lebih menarik dibanding menjawab soal itu sendiri.
Idealnya, tentu saja Pak Boy adalah manusia baik hati yang mau berbagi semua pakannya dengan Pak Rudi secara gratis. Tapi bagaimana kalau tidak? Maka soal di atas tak dapat dijawab, karena kita tak tahu jumlah pakan yang dimiliki Pak Rudi. Atau bagaimana jika Pak Boy minta Pak Rudi untuk membeli darinya?
Soal seperti di atas adalah soal yang dipenuhi asumsi, andai-andai, perkiraan-perkiraan, scenario-scenario... dan akhirnya matematika tak lagi pasti. 😁
Mungkin Anda berpikir, saya jahil sekali menyikapi soal-soal seperti ini. Apa tidak dapat diam dan kerjakan saja? Tentu saja tidak! Karena saya dan si kecil suka soal cerita. Buat kami, soal cerita membantu kami memahami angka. Namun, jika modelnya seperti soal-soal di atas, maka soal cerita menjadi lucu, ..... konyol mungkin😄. Ya... tidak apa-apa sih, seandainya kelucuan dan kekonyolan itu disadari penuh terutama oleh guru/orang tua sehingga dapat menjadi bagian dari pembelajaran.
Anyway, saya berharap soal cerita dapat benar-benar kontekstual, benar-benar menghadirkan konteks nyata keseharian pada angka, bukan sekedar "seolah-olah atau pura-pura kontekstual."
Bagaimana menurut Anda?
Pangapunten
Soal cerita seperti/sejenis di atas ( yang berasumsi atau kurang pada konteksnya), saya sudah pernah ikut suatu workshop dimana salah satu pemateri dari singapura (mungkin tahun 2008 nan), salah satunya membahas soal semacam tersebut yang sering terjadi di buku buku terbitan kita.