top of page
Writer's pictureJJ

Blended Learning dan segelas Cappucino

Updated: Jul 22, 2020

Semenjak pandemi Covid-19, istilah blended learning tiba-tiba jadi viral, terutama di kalangan pendidik. Sama viralnya dengan istilah-istilah ajaib, seperti "daring - luring", yang bertebaran di mana-mana. Apa sih itu semua?


Pertama-tama kita harus tahu dulu soal daring dan luring yang menjadi dasar blended learning.


Pembelajaran Daring (pembelajaran online) adalah kegiatan belajar-mengajar yang kudu, wajib, harus, diakses menggunakan jaringan internet. Wajib punya paket data untuk bisa belajar-mengajar. Atau, paling tidak, berada di zona Wifi gratisan. Jadi kalo ada yang bilang, "Saya belajarnya nggak daring karena saya nggak pakai Zoom, nggak pakai Google Meet, saya cuma pakai WhatsApp." Itu adalah pernyataan yang salah. Kenapa? Karena untuk buka WhatsApp perlu jaringan internet, perlu punya paket data.

Keuntungan pembelajaran jenis ini, salah satunya waktu yang fleksible. Siswa bisa belajar sesuai waktunya sendiri. Siswa-siswa yang modelnya seperti saya, susah bangun pagi dan siang takut sama terik matahari, bisa punya pilihan untuk belajar malam.


Pembelajaran Luring (pembelajaran offline) adalah kebalikan dari daring. Pembelajaran luring adalah pembelajaran konvensional yang kita temui sehari-hari di sekolah. Guru mengajar dan bertatap muka dengan murid-muridnya. Murid-murid mencatat di buku tulis. Sekolah seperti biasa. Pembelajaran jenis ini, nggak perlu internet. Cuma perlu uang jajan sekedarnya buat makan di kantin ;)

Keuntungan belajar luring adalah siswa bisa bertanya langsung pada guru, begitu juga sebaliknya. Jawaban pun bisa langsung diberikan. Yang lebih penting, belajar luring itu bisa ketemu teman-teman, bisa diskusi, bisa ngobrol, bersosialisasi.


Nah blended learning (atau pembelajaran campuran) adalah perpaduan/percampuran yang pas antara belajar online dan belajar offline. Jadi ada unsur online dan offline. Berapa perbandingan unsur-unsur ini? Tergantung kebutuhan dan situasi kondisi di mana pembelajaran berlangsung. Kalau wilayah itu susah jaringan internet, nggak mungkin dong 75% online. Tapi kalau wilayah itu jaringan internet bagus, di tengah kota misalnya, masa iya unsur onlinenya cuma 25% ? Jadi guru dan siswa, serta orang tua harus bersama meracik unsur-unsur blended learning tersebut, sesuai selera yang pas bagi mereka. Yang penting, kebutuhan siswa untuk bisa berkonsultasi dengan guru, bersosialisasi dengan teman, mengalami pembelajaran, dan mengembangkan pemikiran serta karakter mereka bisa terpenuhi.


Ibarat Cappucino, yang adalah perpaduan antara kopi dan susu. Racikannya harus pas, supaya enak. Namun juga harus sesuai selera peminumnya. Seperti saya, Cappucino saya susunya sedikit aja, supaya kopinya lebih terasa. Yang penting, kebutuhan saya akan kafein bisa dicukupi oleh segelas Cappucino.


19 views0 comments

Comentarios


bottom of page