top of page
Writer's pictureSH

Menggerakkan Lagi Roda Literasi

Pada tahun 2016, Central Connecticut State University merilis data tentang World’s Most Literate Nation, yang mengukur ranking setiap negara ditinjau dari kebiasaan membaca mereka. Penelitian tersebut menempatkan Indonesia pada ranking 60 dari 61 negara yang diteliti . (Source: https://www.ccsu.edu/wmln/rank.html). Hal ini sempat menjadi perbincangan hangat di antara berbagai kalangan yang merasa prihatin dengan kondisi tersebut.


Pemerintah sendiri, dalam rangka meningkatkan literasi masyarakat, sejak 2016 melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah meluncurkan program Gerakan Literasi Nasional yang terdiri dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan Literasi Keluarga, dan Gerakan Literasi Masyarakat. Gerakan Literasi Nasional telah mendorong tumbuhnya budaya baca, salah satunya dapat dipantau melalui penyelenggaraan GLS.


Namun demikian, hasil penelitian Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2018 tentang Indeks Literasi Nasional, menunjukkan bahwa tingkat aktivitas literasi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Melalui empat dimensi yang menjadi tolok ukur, yaitu dimensi kecakapan, dimensi akses, dimensi alternatif, serta dimensi budaya terlihat bahwa hanya pada dimensi kecakapan saja masyarakat kita sudah cukup baik, sementara di tiga dimensi lainnya masih perlu didorong kemajuannya. (Source: Puslitjakdikbud_Indeks Aktivitas Literasi Membaca 34 Provinsi (kemdikbud.go.id))


Indeks Aktivitas Literasi Propinsi Jawa Tengah

Bagaimana kondisi Indeks Alibaca (Aktivitas Literasi Membaca) Propinsi Jawa Tengah?

Secara keseluruhan, Indeks Alibaca Propinsi Jawa Tengah berada pada posisi ke-25 dari 34 propinsi di Indonesia, dengan skor 33,30 yang berarti tingkatan rendah. Dari 4 dimensi yang diteliti, Propinsi Jawa Tengah, hanya pada dimensi alternatif saja Propinsi Jawa Tengah menempati posisi 10 besar dengan skor 44,05 (sedang) ; selebihnya dimensi akses posisi ke-25 dengan skor 17,01 (sangat rendah), dimensi kecakapan posisi ke-28 dengan skor 72,24 (tinggi), dan dimensi budaya ke-29 dengan skor 22,73 (rendah).

Melihat skor di 4 dimensi di atas, nampak bahwa dari dimensi kecakapan, Propinsi Jawa Tengah, sudah mempunyai capaian yang cukup tinggi, namun 3 dimensi yang lain menunjukkan hasil yang masih sangat perlu ditingkatkan.

Jika hasil penelitian Alibaca tersebut di atas dibandingkan dengan hasil Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) pada tahun 2019 nampaknya hasilnya cukup relevan. Asesmen tersebut mengukur kemampuan membaca, matematika, dan sains peserta didik jenjang SMP. Hasilnya, jika dibandingkan dengan rata-rata nasional, kemampuan membaca peserta didik Propinsi Jawa Tengah sedikit lebih baik. Namun secara umum, hasilnya belum baik, karena peserta didik dengan kemampuan membaca yang baik baru mencapai 9,67, cukup 46,74, dan kurang 43,59. (Source: Laporan Hasil Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) SMP 2019 (kemdikbud.go.id)


Kondisi Literasi Pada Masa Pandemi

Sejak tahun 2020, dunia didera pandemi Covid-19. Kondisi ini menghambatt atau bahkan menghentikan berbagai aktivitas literasi yang melihat data di atas masih sangat perlu ditingkatkan. Sumber bacaan peserta didik yang selama ini secara umum mengandalkan akses ke buku-buku fisik di perpustakaan sekolah tertutup alias tidak bisa diakses. Belum ada penelitian spesifik mengenai kondisi kemampuan literasi peserta didik di Indonesia selama masa pandemi. Namun secara internasional, dalam laporan penelitiannya, UNESCO menyebutkan bahwa pada tahun 2020, jumlah anak yang mengalami kesulitan membaca melonjak dari angka 460 juta menjadi 583 juta. Hal ini tentu memundurkan capaian pendidikan yang sudah dilakukan di dua dekade terakhir hingga 20 persen lebih. Hal ini tentu membutuhkan semua pihak untuk segera melakukan sesuatu untuk setidaknya mengurangi ataupun mencegah dampak yang lebih buruk terjadi.


Menggiatkan Lagi Kegiatan Literasi

Memperbaiki kondisi literasi yang nampak dari paparan berbagai di atas tentu membutuhkan semua pihak untuk bersama-sama maupun bekerja sama. Jika menggunakan indikator dimensi aktivitas literasi membaca dari penelitian Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan di atas, berikut beberapa kita yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak.


Dimensi Kecakapan

Pada dimensi ini, sebaiknya bukan hanya angka melek huruf dan durasi pendidikan saja, namun ada pengukuran teratur yang bisa menggambarkan kecakapan membaca peserta didik sehingga langkah-langkah berikutnya bisa segera dilakukan apabila dibutuhkan .

Sebagai contoh: pihak sekolah maupun orang tua bisa memfasilitasi pengukuran Kecepatan Efektif Membaca (KEM). KEM ini merupakan perpaduan dari rata-rata kecepatan membaca dengan ketepatan pemahaman isi bacaan. Pembaca membaca sebuah teks hingga tuntas kemudian melakukan pengujian pemahaman bacaaan tersebut secara mandiri ataupun dibantu guru ataupun orang tua. Pengujian tersebut bisa mengintegrasikan berbagai ketrampilan membaca yang perlu untuk diukur (Bacaan: https://www.tanotofoundation.org/id/news/penerapan-kecepatan-efektif-membaca-di-sekolah-mitra-tanoto-foundation/).


Dimensi Akses dan Alternatif

Pada dimensi ini, sebaiknya bukan hanya mengandalkan akses ke buku-buku fisik yang cenderung memerlukan biaya yang tidak sedikit dan juga rentan terhadap disrupsi seperti kondisi pandemi sekarang ini; namun juga menggunakan alternatif teknologi sederhana untuk mengembangkan perpustakaan digital sederhana.

Sekolah maupun organisasi keprofesian guru maupun kepala sekolah di berbagai jenjang bisa mengembangkan buku-buku digital yang banyak tersedia secara online menjadi bentuk-bentuk buku yang lebih menarik dan menyenangkan dibaca oleh peserta didik. Aplikasi-aplikasi buku digital berbentuk flip-book yang mampu mengubah bentuk buku-buku pdf yang banyak tersedia online menjadi bentuk-bentuk buku digital yang ramah pengguna sekaligus bisa dipersonalisasi sesuai kebutuhan pengguna. Fitur personalisasi buku maupun rak buku digital ini memungkinkan sekolah bekerja sama dengan orang tua, bahkan bersama anak-anak, untuk memodifikasinya sesuai kebutuhan pribadi maupun bersama.

Buku-buku berbentuk digital dapat diakses secara legal di berbagai situs penyedia buku digital seperti Aplikasi iBI Library, Aplikasi iPusnas maupun laman-laman popular seperti google books dan open library.

Apabila dirasa isi buku-buku yang sudah tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan maupun konteks para calon pembaca, dengan bantuan aplikasi-aplikasi sederhana termasuk aplikasi flipbook di atas, para guru bisa bekerja sama dengan guru lain, dengan orang tua, bahkan bersama para peserta didik untuk mengembangkan bacaan-bacaan mereka sendiri.


Dimensi Budaya

Dimensi yang mengukur kebiasaan aktivitas membaca ini menunjukkan skor yang cukup rendah jika dibandingkan dengan skor dimensi kecakapan. Hal ini mengindikasikan bahwa kecakapan membaca belum dibarengi dengan kebiasaan membaca. Mampu membaca namun belum mempunyai ketertarikan untuk membaca. Hal ini juga berarti bahwa akses ke buku-buku yang berkualitas dan dirasa menarik saja tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan kegiatan –kegiatan yang menarik.

Bedah buku interaktif, game online, kuis online, menggambar poster, membuat ilustrasi maupun komik, bisa menjadi alternatif kegiatan membaca yang menarik bagi peserta didik jaman sekarang. Hal ini bisa sekaligus bisa memaksimalkan potensi generasi sekarang yang sangat dekat dengan dunia digital.


Perubahan Besar Dimulai dari Perubahan kecil

Upaya-upaya mengurangi hambatan berkegiatan literasi seperti disebutkan di atas tentu tidak serta merta akan membuat perubahan positif dalam waktu yang singkat. Namun perubahan besar dimulai dengan perubahan-perubahan kecil yang dilakukan berbagai pihak.

Selain pihak sekolah dan orang tua, pihak pemerintah daerah juga bisa mendukung usaha-usaha ini dengan payung kebijakan yang mampu menjamin keberlangsungan inisiatif-inisiatif yang dilakukan berbagai pihak ini.

Ibarat roda mobil yang digerakkan secara efektif oleh putaran-putaran bagian-bagian kecil yang ada di dalamnya yang saling terkait dan didukung oleh suplai bahan bakar yang mencukupi, demikian juga perubahan positif kemampuan literasi ini akan dapat dicapai apabila inisiatif-inisiatif di dalamnya bersinergi, bekerja, dan didukung oleh kebijakan yang sesuai.


Salam literasi. (sh)


(catatan RumahJJ: Setelah sekian lama saya menulis sendiri, akhirnya ada juga yang berkontribusi dengan mengirimkan tulisannya. Saya senang sekali. Terimakasih banyak ya!)

14 views0 comments

コメント


bottom of page