Selama 8 bulan diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Guru adalah ujung tombak pendidikan. Ujung tombak pelaksanaan PJJ yang baik. Oleh karenanya, kisah inspiratif dari "oknum-oknum" Guru di Indonesia, tentang perjuangan mereka menjadi tenaga pendidik, seringkali diangkat oleh media mainstream. Di tengan sulitnya kondisi, mereka masih berusaha keras, keliling mengajar para siswa. Guru seperti itu patut diberi apresiasi yang setinggi-tingginya.
Di sisi lain, yang sering juga diangkat oleh media mainstream, adalah siswa yang kerepotan karena tugas dari Guru yang terlalu banyak, sampai terkesan tidak masuk akal. Namun ada juga, yang seringkali saya temukan, namun jarang (atau tidak) diberitakan media, yaitu Guru yang tidak mengajar sama sekali dan hanya memberi tugas sekedarnya. Sehingga pandemi, ibarat libur panjang bagi siswa.
Jadi...sebenarnya bagaimana menjadi Guru selama PJJ diberlakukan? Memang ada panduan PJJ bagi Guru? Jawabannya: Ada. Bahkan sudah dibuat sejak pertama kali PJJ diterapkan untuk menyikapi Pandemi Covid-19. Silahkan lihat di link berikut: Panduan PJJ.
Secara garis besar, panduan tersebut dinamai 5M:
Memanusiakan hubungan : artinya Guru, Orang Tua dan Siswa saling mengenal. Guru mengenal Orang Tua dan Siswa didiknya dengan baik. Begitu pula sebaliknya, Caranya gimana? Komunikasi! Tapi kan nggak boleh tatap muka selama Pandemi? Kan ada video call! Kalau menggunakan WA group...pakailah WA untuk sarana saling mengenal. Bukan hanya sarana memberi tugas dan ujian. Ingat: siswa dan orang tua itu manusia, buka chatbot.
Memahami konsep : artinya konsep-konsep dalam pembelajaran itu harus dijelaskan pada siswa. Jika Guru tidak bisa menjelaskan secara langsung, dan orang tua memegang peranan utama pada pembelajaran siswa, maka jelaskanlah konsep yang hendak diajarkan pada orang tua. Jadi ada kesamaan konsep antara Guru dan Orang Tua. Sehingga tidak menyebabkan kebingungan pada anak. Bukan hanya sekedar meminta siswa mengerjakan LKS tanpa ada penjelasan.
Membangun keberlanjutan : artinya belajar itu harus jadi candu bagi siswa. Siswa harus merasa bahwa belajar itu memang bermanfaat buat dirinya. Oleh karena itu, alur pembelajaran harus jelas, kegiatannya menyenangkan dan ada feedback serta kriteria penilaian yang jelas. Semua itu harus dikomunikasikan dengan Orang Tua dan Siswa.
Memilih tantangan : artinya siswa diberi pilihan yang menantang keingintahuannya. Biarkan siswa belajar membuat pilihan. Biarkan siswa terus merasa tertantang. Bagaimanapun, hidup adalah tentang pilihan yang kita buat, dan tantangan adalah pemanis kehidupan. Ibarat gamers, kalau gamenya sudah nggak menantang lagi...malas ah.!
Memberdayakan konteks : artinya harus, wajib, kudu kontekstual. Kontekstual itu gimana? Dekat dengan kehidupan keseharian siswa. Jika siswa tinggal di wilayah pegunungan, ya jangan diberi penugasan tentang wilayah pesisir. Jika siswa tinggal di pedesaan, jangan minta siswa bikin tugas soal TransJakarta.
Nah dari ke-5M di atas, yang paling penting bagi saya adalah no.1 Memanusiakan hubungan. Kenapa? Karena manusia sejatinya adalah mahluk sosial. So, manusia butuh menjalin hubungan dan merasa terhubung dengan orang lain. Selama pandemi Covid-19 ini, disadari atau tidak, siswa secara fisik, dipaksa untuk tidak berhubungan dengan teman-temannya, dengan gurunya, dengan lingkungan sekolahnya. Mengembalikan semua hubungan yang terputus ini, dan menghadirkannya dalam bentuk lain, adalah oase di padang gurun bagi siswa. Jadi sapa siswa secara langsung, baik video call/telpon untuk kelas kecil, whatsapp atau sms untuk kelas besar .... buat hubungan dengan mereka dan buat mereka merasa terhubung dengan Anda.
Tq , mengingatkan untuk lebih baik